Minggu, 23 Agustus 2009

Pemahaman Mengenai Badan Layanan Umum Daerah

Artikel kali ini akan membahas tentang Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Pada beberapa daerah banyak yang masih keliru memahami BLUD. Ada beberapa pertanyaan yang sering dilontarkan oleh pegawai di daerah yang mana satuan kerjanya mau dijadikan BLUD . Salah satu pertanyaannya adalah apakah BLUD hanya untuk Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dan apakah BLUD tersebut sama dengan BUMD?
 
Pengertian BLUD diatur dalam Pasal 1 angka 1 Permendagri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah. BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
 
BLUD bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.
 
BLUD menurut jenisnya terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
  1. BLU yang kegiatannya menyediakan barang atau jasa meliputi rumah sakit, lembaga pendidikan, pelayanan lisensi, penyiaran, dan lain-lain;
  2. BLU yang kegiatannya mengelola wilayah atau kawasan meliputi otorita pengembangan wilayah dan kawasan ekonomi terpadu (Kapet); dan
  3. BLU yang kegiatannya mengelola dana khusus meliputi pengelola dana bergulir, dana UKM, penerusan pinjaman dan tabungan pegawai.
Pembahasan ini dipersempit menjadi pembahasan mengenai BLUD khusus RSUD tentang pedoman akuntansi dan pelaporan keuangan BLUD. Sebagaimana diatur berdasarkan PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, PMK No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum, dan khusus untuk RSUD, pengelolaan keuangannya harus mengacu dan berdasarkan Permendagri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.
 
RSUD yang telah menjadi BLUD menggunakan standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh Kepala Daerah dan harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan dan kesetaraan layanan, biaya serta kemudahan untuk mendapatkan layanan. Standar pelayanan minimal tersebut harus memenuhi persyaratan, yaitu :
  1. Fokus pada jenis pelayanan, dalam arti mengutamakan kegiatan pelayanan yang menunjang terwujudnya tugas dan fungsi BLUD;
  2. Terukur, merupakan kegiatan yang pencapaiannya dapat dinilai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan;
  3. Dapat dicapai, merupakan kegiatan nyata yang dapat dihitung tingkat pencapaiannya, rasional sesuai kemampuan dan tingkat pemanfaatannya;
  4. Relevan dan dapat diandalkan, merupakan kegiatan yang sejalan, berkaitan dan dapat dipercaya untuk menunjang tugas dan fungsi BLUD;
  5. Tepat waktu, merupakan kesesuaian jadwal dan kegiatan pelayanan yang telah ditetapkan.
RSUD yang telah menjadi BLUD dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan. Imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan tersebut ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana. Tarif layanan diusulkan oleh RSUD kepada Kepala Daerah dan kemudian ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Tarif layanan yang diusulkan dan ditetapkan tersebut harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
  1. Kontinuitas dan pengembangan layanan;
  2. Daya beli masyarakat;
  3. Asas keadilan dan kepatutan; dan
  4. Kompetisi yang sehat.
Dengan terbitnya PP No. 23 Tahun 2005, RSUD mengalami perubahan menjadi BLUD. Perubahan ini berimbas pada pertanggungjawaban keuangan sehingga harus mengikuti standar akuntansi keuangan yang pengelolaannya mengacu pada prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi dan efisiensi. Anggaran yang akan disusun pun harus berbasis kinerja.
 
Penyusunan anggaran rumah sakit harus berbasis akuntansi biaya yang didasari dari indikator input, indikator proses dan indikator output, sebagaimana diatur berdasarkan PP No. 23 Tahun 2005 ,PMK No. 76/PMK.05/2008 dan Permendagri No. 61 Tahun 2007. BLUD sebagai satuan kerja atau unit kerja dalam satuan kerja di lingkungan Pemerintah Daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan merupakan organisasi pemerintahan yang bersifat nirlaba. Sesuai dengan Pasal 26 ayat (2) PP No. 23 Tahun 2005 yang menyebutkan bahwa “Akuntansi dan laporan keuangan BLU diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia” dan dipertegas lagi dalam pasal 116 ayat (1) Permendagri 61 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa BLUD menyelenggarakan akuntansi dan laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia untuk manajemen bisnis yang sehat
 
Ketentuan ini menimbulkan inkonsistensi, karena BLUD merupakan satuan kerja pemerintahan yang seharusnya menggunakan PSAP atau Standar Akuntansi Pemerintahan sebagaimana diatur menurut PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, namun dalam PP No. 23 Tahun 2005 dan Permendagri No.61 Tahun 2007  menggunakan PSAK (Standar Akuntansi Keuangan) yang berasal dari IAI. Sebagai organisasi kepemerintahan yang bersifat nirlaba, maka RSUD semestinya juga menggunakan SAP bukan SAK.
Laporan keuangan RSUD yang disusun oleh manajemen sebagai bentuk penyampaian laporan keuangan suatu entitas. Laporan keuangan tersebut merupakan penyampaian informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap entitas tersebut, sehingga isi pelaporan keuangan RSUD harus mengikuti ketentuan untuk pelaporan keuangan sebagaimana diatur menurut SAK, yaitu sebagai organisasi nirlaba (PSAK No. 45) dan menyanggupi untuk laporan keuangannya tersebut diaudit oleh auditor independen.
 
Adapun Laporan Keuangan RSUD sebagai BLUD yang disusun harus menyediakan informasi untuk:
  1. Mengukur jasa atau manfaat bagi entitas yang bersangkutan;
  2. Pertanggungjawaban manajemen rumah sakit (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas dan laporan arus kas);
  3. Mengetahui kontinuitas pemberian jasa (disajikan dalam bentuk laporan posisi keuangan);
  4. Mengetahui perubahan aktiva bersih (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas).
Sehingga, laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah mencakup sebagai berikut:
  1. Laporan posisi keuangan (aktiva, utang dan aktiva bersih, tidak disebut neraca). Klasifikasi aktiva dan kewajiban sesuai dengan perusahaan pada umumnya. Sedangkan aktiva bersih diklasifikasikan aktiva bersih tidak terikat, terikat kontemporer dan terikat permanen. Yang dimaksud pembatasan permanen adalah pembatasan penggunaan sumber daya yang ditetapkan oleh penyumbang. Sedangkan pembatasan temporer adalah pembatasan penggunaan sumber daya oleh penyumbang yang menetapkan agar sumber daya tersebut dipertahankan sampai pada periode tertentu atau sampai dengan terpenuhinya keadaan tertentu;
  2. Laporan aktivitas (yaitu penghasilan, beban dan kerugian dan perubahan dalan aktiva bersih);
  3. Laporan arus kas yang mencakup arus kas dari aktivitas operasi, aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan;
  4. Catatan atas laporan keuangan, antara lain sifat dan jumlah pembatasan permanen atau temporer. dan perubahan klasifikasi aktiva bersih.
Dalam hal konsolidasi laporan keuangan RSUD dengan laporan keuangan pemerintah daerah, maka RSUD sebagai BLUD mengembangkan sub sistem akuntansi keuangan yang menghasilkan Laporan Keuangan sesuai dengan SAP hal ini dijelaskan dalam Pasal 6 ayat (4) PMK No.76/PMK.05/2008. Berdasarkan PMK No. 76/PMK.05/2008 sesuai pula dengan Pasal 27 PP No. 23 tahun 2005, maka RSUD dalam rangka pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan dan kegiatan pelayanannya, menyusun dan menyajikan:
  1. Laporan Keuangan; dan
  2. Laporan Kinerja.
Laporan Keuangan tersebut paling sedikit terdiri dari:
  1. Laporan Realisasi Anggaran dan/atau Laporan Operasional;
  2. Neraca;
  3. Laporan Arus Kas; dan
  4. Catatan atas Laporan Keuangan.
Laporan Keuangan RSUD sebelum disampaikan kepada Pemerintah Daerah sebagai entitas pelaporan harus direviu oleh satuan pemeriksaan intern, namun dalam hal tidak terdapat satuan pemeriksaan intern, reviu dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah daerah (Inspektorat Daerah). Reviu ini dilaksanakan secara bersamaan dengan penyusunan Laporan Keuangan BLUD. Sedangkan Laporan Keuangan tahunan BLUD diaudit oleh BPK-RI.
 
Kesimpulan bagi RSUD yang menerapkan BLUD adalah:
  1. Membuat standar pelayanan minimal yang ditetapkan dengan peraturan kepala daerah
  2. Menyusun standar biaya bagi kegiatan yang ditetapkan dengan peraturan kepala daerah
  3. Menyusun laporan keuangan menggunakan dasar accrual yang mengacu kepada PSAK 45 yang dikeluarkan oleh IAI
  4. Untuk konsolidasi laporan keuangan dengan laporan keuangan Pemerintah Daerah, RSUD juga harus membuat sub sistem akuntansi berdasarkan SAP
  5. Laporan Keuangan harus diaudit oleh eksternal auditor dalam hal ini adalah BPK-RI  
Demikian pemahaman tentang BLUD khususnya untuk RSUD. Dalam artikel selanjutnya saya akan membahas pengelolaan keuangan BLUD berdasarkan Permendagri No. 61 Tahun 2007. 

Selasa, 18 Agustus 2009

Pemeriksaan Kas Sebagai Penentuan SILPA

Sebelumnya saya ucapkan terima kasih banyak telah mengakses blog ini dan tidak lupa mengucapkan Dirgahayu Republik Indonesia Ke 64. Artikel kali ini akan mengulas mengenai pemeriksaan kas sebagai patokan untuk menentukan selisih lebih perhitungan anggaran (SILPA).
Terkait dengan dua artikel sebelumnya yang banyak membicarakan kas. Kas dalam akuntansi pemerintahan identik dengan Silpa. Silpa menjadi acuan dalam penyusunan APBD. Karena Silpa merupakan hal terpenting dalam laporan keuangan pemerintah daerah maka dalam melakukan pemeriksaan silpa harus mendapat perhatian yang lebih mendalam.

  1. Langkah Pemeriksaan Kas secara sederhana berikut dapat membantu kita untuk menentukan silpa secara cepat.

  2. Lakukan scanning yaitu melihat sepintas dan menyeluruh laporan keuangan yang disajikan oleh auditee (Pemerintah Daerah). Hal ini berguna untuk memberikan gambaran umum awal terhadap kondisi keuangan Pemerintah Daerah;

  3. Lakukan pengecekan hitungan kesamping dan kebawah dari laporan keuangan yang disajikan oleh auditee. Hal ini untuk memastikan laporan keuangan yang disajikan telah benar dari sisi hitungan yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian;

  4. Posisikan berjejeran ketiga laporan keuangan tersebut. Hal ini berguna bagi auditor pemula untuk lebih memudahkan melihat keterkaitan antara Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca dan Laporan Arus Kas (LAK) serta melakukan pengujian Silpa;

  5. Lakukan pengujian awal untuk mengetahui silpa yang disajikan telah sesuai. Lihat silpa yang disajikan dalam LRA harus sama dengan silpa yang disajikan dalam Neraca. Kemudian lanjutkan dengan melihat jumlah seluruh kas dalam neraca harus sama dengan saldo akhir kas yang disajikan dalam LAK. Kalau penyajian nilai-nilai seperti arahan diatas berbeda maka laporan keuangan tersebut PASTI ada kekeliruan dan lakukan konfirmasi kepada bagian yang menyusun laporan keuangan;

  6. Lakukan pengujian lagi untuk silpa dengan rumusan (Kas di Kasda + Kas Di Bendahara Pengeluaran + Kas Di Bendahara Penerimaan + Kas Di Badan Layanan Umum (BLU) – Perhitungan Pihak Ketiga – Pendapatan Yang Ditangguhkan). Jika jumlah dari rumusan silpa tersebut berbeda dengan silpa yang disajikan dalam laporan keuangan PASTI ada kekeliruan dan lakukan konfirmasi kepada bagian yang menyusun laporan keuangan;

  7. Lakukan pengujian Kas di Kasda dengan langkah:

  • Dapatkan Daftar SP2D yang dikeluarkan dan daftar STS, Nota kredit bank yang diterima oleh Bagian Perbendaharaan (Kuasa BUD);

  • Mintalah rekening koran seluruh rekening bank yang menjadi rekening kas daerah. INGAT rekening bank yang menjadi rekening kas daerah harus didukung oleh Surat Keputusan (SK) Kepala Daerah dan jangan lupa minta bank statement (pernyataan bank) bahwa rekening bank yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah telah sesuai dengan SK Kepala Daerah;

  • Buku Kas Umum, Buku Bantu Pajak, Buku Bantu Potongan IWP harus dimiliki oleh Kuasa BUD;

  • Pastikan Kuasa BUD tidak menyimpan uang diluar rekening bank dan jika ada menyimpan uang tunai di Brankas, lakukanlah penghitungan jumlah dan nilainya serta tanyakan sumber uang tersebut;

  • Total nilai SP2D diluar SP2D Nihil harus sama dengan mutasi debet rekening koran dan jika berbeda konfirmasi ke Kuasa BUD, hal umum terjadi biasanya ada pengeluran tanpa menggunakan SP2D;

  • Total nilai STS dan Nota Kredit Bank diluar bunga bank harus sama dengan mutasi kredit rekening koran dan jika berbeda konfirmasi ke Kuasa BUD, hal umum terjadi biasanya ada penerimaan yang belum dicatat;

  • Saldo Buku Bantu Pajak dan Buku Bantu Potongan IWP harus sama dengan Bukti Setoran Pajak dan Setoran IWP dan jika berbeda harus sama dengan PFK di Kuasa BUD;

  • Saldo Buku Kas Umum harus sama dengan Saldo Rekening Koran ditambah dengan Kas Tunai yang dimiliki Kuasa BUD.
Lakukan pengujian Kas di Bendahara Pengeluaran dengan langkah:

  • Daftar SP2D yang diterima oleh Bendahara Pengeluaran harus sama dengan yang dikeluarkan oleh Bagian Perbendaharaan (Kuasa BUD);

  • Buku Kas Umum Pengeluaran, Buku Bantu Pajak harus dimiliki oleh Bendahara Pengeluaran;

  • Total nilai SP2D yang diterima oleh Bendahara Pengeluaran harus dicocokan dengan total belanja (SPJ) yang dibuatnya dan selisihnya harus sama Uang Untuk Dipertanggungjawabkan (UUDP);

  • Buku Bantu Pajak harus sama dengan Setoran Pajak dan jika berbeda harus sama dengan PFK di Bendahara Pengeluaran;

  • Saldo Buku Kas Umum harus sama dengan Kas di Bendahara Pengeluaran.
Lakukan pengujian Kas di Bendahara Penerimaan dengan langkah:

  • Total nilai STS dalam daftar STS yang dibuat Bendahara Penerimaan harus cocok dengan daftar STS yang diterima oleh Bagian Perbendaharaan (Kuasa BUD) dan jika terjadi selisih maka nilainya harus sama dengan nilai Pendapatan Yang Ditangguhkan yang tersaji dalam neraca.

  • Buku Kas Umum Penerimaan harus dimiliki oleh Bendahara Penerimaan.

  • Saldo Buku Kas Umum Penerimaan harus sama dengan Kas Di Bendahara Penerimaan.
Lakukan pengujian kas di BLU dengan langkah:

  • Mintalah Laporan Keuangan BLU;

  • Langkah yang dilakukan sama dengan pemeriksaan kas di Kas Daerah secara umum;

  • Kas di Neraca BLU harus sama dengan nilai Kas di BLU yang disajikan dalam Neraca Konsolidasian.
Demikian langkah pemeriksaan kas sebagai patokan penentuan silpa. Semoga artikel diatas yang berisi langkah sederhana dalam pemeriksaan kas dapat bermanfaat. Karena BLU memiliki karakteristik berbeda dengan unit kerja yang lain, dalam artikel berikutnya akan dibahas mengenai pemahaman terhadap BLU.

Minggu, 09 Agustus 2009

Tugas dan Wewenang Kuasa BUD

Dalam tulisan sebelumnya telah dibahas tentang treasury entry single account. Hal tersebut berkaitan dengan tugas dan wewenang Bendahara Umum Daerah (BUD) dalam hal pengelolaan kas dan kepemilikan rekening bank. Topik kali ini mengenai tugas dan wewenang BUD. Sangat luas dan kompleksnya tugas dan wewenang BUD maka dalam tulisan ini akan dipersempit lagi menjadi tugas dan wewenang Kuasa BUD. Sebelum masuk kepada tugas dan wewenang Kuasa BUD sebaiknya kita ketahui dulu siapa yang dimaksud dengan BUD dan Kuasa BUD. BUD adalah seorang pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan keuangan daerah. BUD umumnya dijabat oleh Kepala Biro/Bagian Keuangan yang berada pada Sekretariat Daerah. Kuasa BUD adalah seorang pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan tugas bendahara umum daerah. Kuasa BUD umumnya dijabat oleh Kepala Bagian/Sub Bagian Perbendaharaan. Penunjukan Kuasa BUD ditetapkan dengan surat keputusan kepala daerah dan Kuasa BUD memiliki tugas dan wewenang secara umum sebagai berikut: 1 Melakukan pengelolaan kas untuk pelaksanaan APBD 2 Menyimpan kas dan seluruh bukti kekayaan daerah; 3 Memantau penerimaan dan pengeluaran pada bank dan/atau non bank yang ditunjuk; 4 Melakukan penatausahaan investasi, piutang dan utang Tugas dan wewenang Kuasa BUD secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut 1. Mencatat seluruh penerimaan dan pengeluaran uang kedalam Buku Kas Umum (BKU) setiap ada transaksi. Seperti penjelasan saya mengenai treasury entry single account, disini akan kelihatan semakin sedikit rekening bank yang dimiliki semakin mudah melakukan rekonsiliasi. Karena seluruh transaksi rekening bank yang dimiliki oleh BUD harus dicatat kedalam satu BKU sehingga seluruh saldo rekening bank akan sama dengan saldo BKU. Pada beberapa daerah masih terdapat BKU dibuatkan oleh Bank tempat menyimpan uang namun pencatatan BKU tersebut tidak lengkap hanya untuk nomor rekening tertentu saja. Hal tersebut seharusnya tidak boleh karena tugas mencatat ke BKU adalah tugas Kuasa BUD. 2. Membuat daftar pengeluaran kas daerah (SP2D) yang telah diterbitkan. Daftar SP2D ini akan sangat membantu untuk mendeteksi SP2D yang batal dicairkan oleh penerima SP2D. Seperti ditegaskan dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.9/25/DASP tanggal 9 November 2007 yang menyatakan bahwa SP2D tetap dapat digunakan sebagai alat pencairan dana pada rekening giro di bank. Kuasa BUD harus memahami pencairan dana dengan SP2D di Bank tidak boleh lewat Tahun Anggaran yaitu 31 Desember. SP2D akan kaduluarsa jika dicairkan melewati tahun anggaran. Pada beberapa daerah masih terdapat Kuasa BUD untuk mencairkan dana dengan menggunakan Cek maupun Bilyet Giro dan hal tersebut semestinya tidak perlu dilakukan karena SP2D dapat digunakan untuk melakukan penarikan dana di bank. 3. Membuat daftar penerimaan berdasarkan Surat Tanda Setoran atau nota kredit atau dokumen penerimaan lainnya. Daftar penerimaan ini akan memudahkan Kuasa BUD untuk mengetahui sumber penerimaan dan melakukan penggolongan jenis penerimaan. 4. Membuat daftar Investasi, Piutang maupun Utang serta dokumen hak kepemilikan aset. Daftar ini akan memudahkan dalam menyusun neraca pada akhir tahun anggaran. 5. Melakukan rekonsiliasi secara periodik antara daftar SP2D dengan BKU dan rekening bank untuk mengetahui apakah ada SP2D yang belum dicairkan atau salah nilai nominal. Kemudian lakukan rekonsiliasi daftar SP2D dengan bendahara pengeluaran untuk mengetahui adanya dana yang tidak terpakai oleh unit kerja yang bersangkutan sehingga sisa dana dapat diketahui statusnya apakah sebagai Contrapos atau uang untuk dipertanggungjawabkan (UUDP). 6. Makukan juga rekonsiliasi yang sama untuk daftar penerimaan dengan BKU dan rekening bank. Kemudian lakukan rekonsiliasi daftar penerimaan dengan bendahara penerima untuk mengetahui adanya penerimaan yang belum disetorkan oleh bendahara penerima ke rekening kas daerah sehingga status keberadaan pendapatan yang ditangguhkan dapat dijelaskan. 7. Makukan rekonsiliasi dengan bendahara barang untuk mengetahui aset-aset yang belum ada dokumen hak kepemilikannya sehingga dapat diungkapkan dalam laporan keuangan. 8. Makukan rekonsiliasi dengan Tim Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah (TPKN/D) terhadap hak-hak pemerintah daerah kepada pihak terkait. Demikian tugas dan wewenang Kuasa BUD secara umum yang dapat saya jelaskan, sampai ketemu lagi senin depan dengan topik yang lainnya. Mohon diberikan kritik dan saran maupun sanggahan terhadap tulisan saya ini sehingga tulisan ini dapat dimanfaatkan oleh yang memerlukannya.

Selasa, 04 Agustus 2009

Treasury Entry Single Account

Beberapa hari yang lalu saya baru selesai melakukan tugas pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah. Tugas yang cukup melelahkan, hal ini disebabkan laporan keuangan pemerintah daerah audited harus sudah diserahkan kepada DPRD 2 (dua) bulan setelah laporan keuangan disampaikan oleh pemerintah daerah kepada BPK-RI. Perintah ini tidak bisa dirubah karena telah dimuat dalam Undang-undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Keuangan Negara, sehingga auditor BPK-RI harus melakukan perencanaan audit yang matang mengingat waktu yang diberikan sangat pendek agar opini yang diberikan mengambarkan kondisi yang sebenarnya.
Ada hal yang menarik yang saya peroleh selama melakukan pemeriksaan. Saya mendapat pertanyaan yang selalu diajukan oleh setiap bendahara daerah yang saya periksa. Pertanyaan tersebut adalah apakah pemerintah daerah tidak boleh memiliki rekening bank lebih dari 1 (satu)? pendapat para bendahara cukup beragam, salah satunya ada yang bilang kalau memiliki rekening bank hanya 1 (satu) cukup kesulitan melakukan pengecekan transaksi bank yang begitu banyak.
Beberapa tahun yang lalu di media cetak maupun televisi telah memunculkan pemberitaan mengenai rekening liar yang dimiliki oleh instansi pemerintah sehingga seluruh instansi pemerintah untuk menutup rekening liar tersebut dan saldo yang ada dalam rekening liar tersebut disetorkan kembali ke kas negara/daerah. Selanjutnya pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan kas diharuskan mengunakan sistem treasury entry single account. Para Bendahara di daerah kurang paham dengan apa yang dimaksud dengan treasury entry single account? saya akan coba jelaskan pemahaman tersebut.
Sebelum saya menjelaskan apa yang dimaksud treasury entry single account ada baiknya saya jelaskan dahulu yang namanya bendahara. Pada pemerintah daerah, bendahara dibagi sesuai dengan tugas, pokok dan fungsinya (tupoksi). Bendahara tersebut adalah:
  1. Bendahara Umum Daerah (BUD) adalah seorang pegawai negeri yang diberikan kuasa oleh pimpinan instansi untuk melakukan pengelolan kas daerah secara menyeluruh.
  2. Bendahara Pengeluaran adalah seorang pegawai negeri yang diberikan tugas oleh pimpinan unit kerja untuk melakukan pembayaran/pengeluaran kas.
  3. Bendahara Penerimaan adalah seorang pegawai negeri yang diberikan tugas oleh pimpinan unit kerja untuk melakukan penerimaan kas.
  4. Bendahara Barang adalah seorang pegawai negeri yang diberikan tugas oleh pimpinan unit kerja untuk melakukan penatausahaan barang pemerintah.
Berdasarkan pembagian bendahara tersebut yang mempunyai hak untuk memiliki rekening bank adalah BUD. Pertanyaannya adalah bagiamana dengan bendahara yang lain? Bendahara yang lain tidak wajib memiliki rekening bank. Kalaupun bendahara selain BUD memiliki rekening bank hal tersebut tergantung situasi dan kondisi pada unit kerja tersebut yang mengharuskan bendahara selain BUD memiliki rekening bank. Kalau yang mempunyai hak memiliki rekening bank adalah BUD. Pertanyaan selanjutnya adalah seberapa banyak rekening bank yang mesti dimiliki oleh BUD. Penjelasan berikut mungkin dapat membantu kita:
  1. Seluruh pembukaan rekening bank atau rekening bank yang telah dimiliki oleh pemerintah daerah yang dikelola oleh BUD harus dibuatkan Surat Keputusan dari pimpinan instansi yang bersangkutan (misalnya Gubernur/Bupati/Wali Kota) dimana surat keputusan tersebut memuat tujuan pembukaan rekening bank dan atau kegunaan dari kepemilikan rekening bank tersebut.
  2. Seluruh penerimaan dan pengeluaran kas harus dicatat kedalam 1 (satu) Buku Kas Umum Daerah (dalam pemerintah daerah bendahara lebih mengenalnya dengan nama Bend IX).
  3. Karena sistem akuntansi keuangan di Pemerintahan mengunakan sistem cash basis maka seluruh saldo kas rekening bank akan sama dengan saldo di Buku Kas Umum. Hal ini disebabkan pencatatan penerimaan dan pengeluaran kas kedalam Buku Kas Umum Daerah kalau penerimaan dan pengeluaran tersebut benar-benar telah terjadi direkening kas daerah.
Sesuai dengan penjelasan diatas pendapat saya adalah sebaiknya BUD memiliki 1 (satu) rekening bank sebagai rekening kas daerah sehingga memudahkan melakukan rekonsiliasi antara saldo bank dengan saldo buku. Sistem pengelolaan kas dengan sistem treasury entry single account memudahkan BUD dalam melakukan pengelolaan kas. Salah satunya dengan melakukan pengurangan memiliki rekening bank yang dianggap tidak perlu dan penting.
Saran saya adalah sebaiknya BUD mulai melakukan inventarisasi rekening bank yang ada dan melaporkan kepada atasannya untuk dilakukan penertiban rekening bank yang tidak terdaftar dalam surat keputusan pimpinan instansi agar tidak terjadi lagi rekening liar dilingkungan pemerintah khususnya pemerintah daerah. Dalam tulisan saya berikutnya akan saya jelaskan tupoksi sebagai Bendahara Umum Daerah.