Minggu, 23 Agustus 2009

Pemahaman Mengenai Badan Layanan Umum Daerah

Artikel kali ini akan membahas tentang Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Pada beberapa daerah banyak yang masih keliru memahami BLUD. Ada beberapa pertanyaan yang sering dilontarkan oleh pegawai di daerah yang mana satuan kerjanya mau dijadikan BLUD . Salah satu pertanyaannya adalah apakah BLUD hanya untuk Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dan apakah BLUD tersebut sama dengan BUMD?
 
Pengertian BLUD diatur dalam Pasal 1 angka 1 Permendagri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah. BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
 
BLUD bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.
 
BLUD menurut jenisnya terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
  1. BLU yang kegiatannya menyediakan barang atau jasa meliputi rumah sakit, lembaga pendidikan, pelayanan lisensi, penyiaran, dan lain-lain;
  2. BLU yang kegiatannya mengelola wilayah atau kawasan meliputi otorita pengembangan wilayah dan kawasan ekonomi terpadu (Kapet); dan
  3. BLU yang kegiatannya mengelola dana khusus meliputi pengelola dana bergulir, dana UKM, penerusan pinjaman dan tabungan pegawai.
Pembahasan ini dipersempit menjadi pembahasan mengenai BLUD khusus RSUD tentang pedoman akuntansi dan pelaporan keuangan BLUD. Sebagaimana diatur berdasarkan PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, PMK No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum, dan khusus untuk RSUD, pengelolaan keuangannya harus mengacu dan berdasarkan Permendagri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.
 
RSUD yang telah menjadi BLUD menggunakan standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh Kepala Daerah dan harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan dan kesetaraan layanan, biaya serta kemudahan untuk mendapatkan layanan. Standar pelayanan minimal tersebut harus memenuhi persyaratan, yaitu :
  1. Fokus pada jenis pelayanan, dalam arti mengutamakan kegiatan pelayanan yang menunjang terwujudnya tugas dan fungsi BLUD;
  2. Terukur, merupakan kegiatan yang pencapaiannya dapat dinilai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan;
  3. Dapat dicapai, merupakan kegiatan nyata yang dapat dihitung tingkat pencapaiannya, rasional sesuai kemampuan dan tingkat pemanfaatannya;
  4. Relevan dan dapat diandalkan, merupakan kegiatan yang sejalan, berkaitan dan dapat dipercaya untuk menunjang tugas dan fungsi BLUD;
  5. Tepat waktu, merupakan kesesuaian jadwal dan kegiatan pelayanan yang telah ditetapkan.
RSUD yang telah menjadi BLUD dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan. Imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan tersebut ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana. Tarif layanan diusulkan oleh RSUD kepada Kepala Daerah dan kemudian ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Tarif layanan yang diusulkan dan ditetapkan tersebut harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
  1. Kontinuitas dan pengembangan layanan;
  2. Daya beli masyarakat;
  3. Asas keadilan dan kepatutan; dan
  4. Kompetisi yang sehat.
Dengan terbitnya PP No. 23 Tahun 2005, RSUD mengalami perubahan menjadi BLUD. Perubahan ini berimbas pada pertanggungjawaban keuangan sehingga harus mengikuti standar akuntansi keuangan yang pengelolaannya mengacu pada prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi dan efisiensi. Anggaran yang akan disusun pun harus berbasis kinerja.
 
Penyusunan anggaran rumah sakit harus berbasis akuntansi biaya yang didasari dari indikator input, indikator proses dan indikator output, sebagaimana diatur berdasarkan PP No. 23 Tahun 2005 ,PMK No. 76/PMK.05/2008 dan Permendagri No. 61 Tahun 2007. BLUD sebagai satuan kerja atau unit kerja dalam satuan kerja di lingkungan Pemerintah Daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan merupakan organisasi pemerintahan yang bersifat nirlaba. Sesuai dengan Pasal 26 ayat (2) PP No. 23 Tahun 2005 yang menyebutkan bahwa “Akuntansi dan laporan keuangan BLU diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia” dan dipertegas lagi dalam pasal 116 ayat (1) Permendagri 61 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa BLUD menyelenggarakan akuntansi dan laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia untuk manajemen bisnis yang sehat
 
Ketentuan ini menimbulkan inkonsistensi, karena BLUD merupakan satuan kerja pemerintahan yang seharusnya menggunakan PSAP atau Standar Akuntansi Pemerintahan sebagaimana diatur menurut PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, namun dalam PP No. 23 Tahun 2005 dan Permendagri No.61 Tahun 2007  menggunakan PSAK (Standar Akuntansi Keuangan) yang berasal dari IAI. Sebagai organisasi kepemerintahan yang bersifat nirlaba, maka RSUD semestinya juga menggunakan SAP bukan SAK.
Laporan keuangan RSUD yang disusun oleh manajemen sebagai bentuk penyampaian laporan keuangan suatu entitas. Laporan keuangan tersebut merupakan penyampaian informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap entitas tersebut, sehingga isi pelaporan keuangan RSUD harus mengikuti ketentuan untuk pelaporan keuangan sebagaimana diatur menurut SAK, yaitu sebagai organisasi nirlaba (PSAK No. 45) dan menyanggupi untuk laporan keuangannya tersebut diaudit oleh auditor independen.
 
Adapun Laporan Keuangan RSUD sebagai BLUD yang disusun harus menyediakan informasi untuk:
  1. Mengukur jasa atau manfaat bagi entitas yang bersangkutan;
  2. Pertanggungjawaban manajemen rumah sakit (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas dan laporan arus kas);
  3. Mengetahui kontinuitas pemberian jasa (disajikan dalam bentuk laporan posisi keuangan);
  4. Mengetahui perubahan aktiva bersih (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas).
Sehingga, laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah mencakup sebagai berikut:
  1. Laporan posisi keuangan (aktiva, utang dan aktiva bersih, tidak disebut neraca). Klasifikasi aktiva dan kewajiban sesuai dengan perusahaan pada umumnya. Sedangkan aktiva bersih diklasifikasikan aktiva bersih tidak terikat, terikat kontemporer dan terikat permanen. Yang dimaksud pembatasan permanen adalah pembatasan penggunaan sumber daya yang ditetapkan oleh penyumbang. Sedangkan pembatasan temporer adalah pembatasan penggunaan sumber daya oleh penyumbang yang menetapkan agar sumber daya tersebut dipertahankan sampai pada periode tertentu atau sampai dengan terpenuhinya keadaan tertentu;
  2. Laporan aktivitas (yaitu penghasilan, beban dan kerugian dan perubahan dalan aktiva bersih);
  3. Laporan arus kas yang mencakup arus kas dari aktivitas operasi, aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan;
  4. Catatan atas laporan keuangan, antara lain sifat dan jumlah pembatasan permanen atau temporer. dan perubahan klasifikasi aktiva bersih.
Dalam hal konsolidasi laporan keuangan RSUD dengan laporan keuangan pemerintah daerah, maka RSUD sebagai BLUD mengembangkan sub sistem akuntansi keuangan yang menghasilkan Laporan Keuangan sesuai dengan SAP hal ini dijelaskan dalam Pasal 6 ayat (4) PMK No.76/PMK.05/2008. Berdasarkan PMK No. 76/PMK.05/2008 sesuai pula dengan Pasal 27 PP No. 23 tahun 2005, maka RSUD dalam rangka pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan dan kegiatan pelayanannya, menyusun dan menyajikan:
  1. Laporan Keuangan; dan
  2. Laporan Kinerja.
Laporan Keuangan tersebut paling sedikit terdiri dari:
  1. Laporan Realisasi Anggaran dan/atau Laporan Operasional;
  2. Neraca;
  3. Laporan Arus Kas; dan
  4. Catatan atas Laporan Keuangan.
Laporan Keuangan RSUD sebelum disampaikan kepada Pemerintah Daerah sebagai entitas pelaporan harus direviu oleh satuan pemeriksaan intern, namun dalam hal tidak terdapat satuan pemeriksaan intern, reviu dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah daerah (Inspektorat Daerah). Reviu ini dilaksanakan secara bersamaan dengan penyusunan Laporan Keuangan BLUD. Sedangkan Laporan Keuangan tahunan BLUD diaudit oleh BPK-RI.
 
Kesimpulan bagi RSUD yang menerapkan BLUD adalah:
  1. Membuat standar pelayanan minimal yang ditetapkan dengan peraturan kepala daerah
  2. Menyusun standar biaya bagi kegiatan yang ditetapkan dengan peraturan kepala daerah
  3. Menyusun laporan keuangan menggunakan dasar accrual yang mengacu kepada PSAK 45 yang dikeluarkan oleh IAI
  4. Untuk konsolidasi laporan keuangan dengan laporan keuangan Pemerintah Daerah, RSUD juga harus membuat sub sistem akuntansi berdasarkan SAP
  5. Laporan Keuangan harus diaudit oleh eksternal auditor dalam hal ini adalah BPK-RI  
Demikian pemahaman tentang BLUD khususnya untuk RSUD. Dalam artikel selanjutnya saya akan membahas pengelolaan keuangan BLUD berdasarkan Permendagri No. 61 Tahun 2007. 

1 komentar:

  1. panjang banget Putu penjelasannya, belum sempat baca seluruhnya, cuma mo tanya klo RSUD yang status BLUD-nya pada tahun berjalan, gimana dengan penyusunan LK-nya?

    BalasHapus